Thursday, July 10, 2014

Islam dan Komitmen Muslim

Islam dan Komitmen Muslim
Islam ialah penyerahan diri. Penyerahan diri ialah keyakinan. Keyakinan ialah pembenaran. Pembenaran ialah ikrar. Ikrar ialah pelaksanaan. Dan pelaksanaan ialah amal perbuatan (Ali bin Abi Thalib, dari Mutiara Nahjul Balaghah).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Sejak kapan kita menjadi seorang Muslim? Mengapa memilih Islam sebagai anutan hidup? Pertanyaan tersebut akan mudah kita jawab jika kita seorang mualaf, atau seorang convert dari agama lain ke Islam. Sulit menjawabnya jika kita sudah "jadi Muslim" sejak lahir, dalam arti "Muslim turunan".

Secara lahiriah, seseorang "resmi" menjadi Muslim ketika ia mengucapkan dua kalimat syahadat, bersaksi bawah sesungguhnya tidak ada Tuhan --yang patut disembah-- selain Allah SWT dan bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya (asy-hadu an-laa ilaaha illallaah wa asy-hadu anna Muhammadan rasulullah).

Orang yang lahir dan hidup di sebuah keluarga Muslim, lazimnya sejak kecil ia sudah belajar mengucapkan kalimat syahadat, di tempat pengajian semacam madrasah diniyah, TK Islam, atau ketika belajar shalat. Dan itu dilakukan, tentu saja, "di luar kesadaran".

"Muslim turunan" mungkin akan sulit menentukan kapan ia mengucapkan kalimat syahadat untuk pertama kalinya, dengan penuh kesadaran dan keyakinan, bahwa Allah adalah Tuhannya dan meyakini Muhammad sebagai nabi dan utusan-Nya yang mendakwahkan risalah Islam.

Kini, anggaplah tidak menjadi persoalan apakah kita seorang convert atau "Muslim turunan". Masalah utama menjadi agenda perenungan kita adalah sejauh manakah kemusliman kita telah kita tunjukkan dalam bentuk amal Islami. Sudahkah kita menjadi Muslim yang benar-benar "menyerahkan diri" pada kehendak Allah yang tercermin dalam alam perbuatan.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Secara ideal, seseorang yang mengaku Muslim, dirinya telah benar-benar ter-shibghah (tercelup) kedalam "celupan Allah", yakni syariat Islam. Sehingga, segala perilaku kesehariannya berpedoman pada ajaran Islam, setiap gerak langkah dan perbuatannya "dikendalikan" oleh syariat Islam.

Tentu saja, untuk mencapai kondisi ideal seperti itu, seorang Muslim pertama-tama, setelah ia mengimani syariat Islam sebagai pedoman hidup, adalah meraih sebanyak-banyaknya pengetahuan tentang Islam untuk kemudian diamalkannya. Jadi, menuntut ilmu adalah hal mutlak diperlukan.

Ada banyak jalan untuk mendapatkan ilmu atau pengetahuan tentang Islam. Tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak belajar dan mendalami ajaran agamanya. Al-Quran sudah mengisyaratkan kewajiban menuntut ilmu itu dengan mengatakan bahwa manusia dilengkapi dengan alat pendengar, alat penglihatan, dan "rasa" (fuadah).

Pada era informasi kini, media massa cetak maupun elektronik banyak menyajikan informasi Islam. Mesjid-mesjid dan majelis-majelis taklim bertebaran di mana-mana dengan segala aktivitas Islamnya. Sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan: mana sempat....!

Islam tidak membenarkan seorang Muslim menjalankan Islam setengah-setangah (parsial). Misalnya, dalam menjalankan ibadah ritual ia menyembah Allah SWT atau sesuai dengan tuntunan Islam seperti shalat dan puasa, namun ketika berpraktik ekonomi dan politik ia mengikuti sistem ekonomi dan politik non-Islam.

Islam hanya menghendaki dianut oleh mereka yang mau dan mampu istiqamah, yakni konsisten, commit, atau berpegang teguh pada ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Nabi Saw memberi nasihat pada seorang sahabatnya dengan "qul amantu billahi tsummas-taqim" (katakanlah, aku beriman pada Allah, kemudian beristiqamahlah!). Istiqamah merupakan istilah lain untuk merujuk pada pelaksanaan Islam secara menyeluruh (kaffah).

Dalam bukunya, Kuliah Al-Islam (1992), H. Endang Saifuddin Anshari, M.A. merujuk pada Q.S. al-'Ashr (103):1-3 untuk menerangkan bagaimana seorang Muslim menunjukkan komitmennya terhadap Islam. Berdasarkan ayat-ayat dalam surat tersebut, seorang Muslim haruslah (1) mengimani Islam, (2) mengilmui Islam, (3) mengamalkan Islam, (4) mendakwahkan Islam, dan (5) shabar dalam berislam.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Islam adalah agama yang bersifat universal. Islam berlaku bagi seluruh manusia di semua tempat dan pada segala zaman. Ajarannya meliputi semua aspek kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya urusan politik.

Berbeda dengan para nabi dan rasul sebelumnya yang diutus membawa ajaran Allah SWT untuk kaum/bangsa dan masa tertentu, misalnya Nabi Shaleh untuk Kaum Tsamud (Q.S. 27:45) dan Nabi Isa untuk Bani Israil (Q.S. 61:6), Muhammad Saw diutus bukan untuk kaum tertentu, melainkan untuk seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa (Q.S. 7:158, Q.S. 21:107, Q.S. 34:28).

Karena diperuntukkan bagi semua umat manusia di semua tempat dan pada segala zaman, maka ajaran Islam meliputi semua aspek kehidupan umat manusia dan mengandung ajaran-ajaran dasar yang berlaku untuk semua tempat dan semua zaman.

Islam bukanlah agama dalam pengertian Barat atau dalam pandangan kaum sekuler, yakni hanya mengajarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan (ritual, ibadah mahdhah). Islam adalah ajaran agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur bagaimana manusia berhubungan atau beribadah secara vertikal dengan Tuhan, tetapi juga berisikan ajaran tentang hubungan manusia dengan sesamanya dan alam sekitarnya.

Sebagai agama universal, Islam sama sekali tidak mengabaikan masalah politik. Tidak dikenal dikotomi Islam-politik. Syekh Mohammad Iqbal dalam bukunya Misi Islam (1992) mengatakan, "Muhammad Saw mengemukakan politik dan agama sebagai satu kesatuan, dengan kedaulatan Tuhan sebagai prinsip fundamental negara".

Tidak heran jika seorang orientalis kondang, H.A.R Gibb, mengatakan, "Islam is indeed much more than a system of teology, it is a complete civilization" (Islam benar-benar lebih dari sekadar sebuah sistem ketuhanan, ia adalah sebuah peradaban yang lengkap). Hal senada dikemukakan seorang pengamat Barat, G.H. Jansen, dalam bukunya Islam Militan (1980). Menurutnya, Islam bukanlah sekadar agama, tetapi suatu cara hidup total mencakup agamawi dan duniawi. Islam itu suatu sistem keyakinan dan sistem peribadatan. Ia adalah suatu sistem hukum yang luas dan menyeluruh.

Al-Quran sendiri, sebagai sumber ajaran Islam yang utama, mengatakan tidak melupakan suatu hal pun dan ia menjelaskan segala-galanya. "Tidak kami lupakan suatu apa pun dalam kitab (al-Quran) itu" (Q.S. 6:38). "Dan Kami turunkan kitab (al-Quran) itu untuk menjelaskan segala-galanya" (Q.S. 16:89). (ASM. Romli).*

0 comments:

Post a Comment