Thursday, July 10, 2014

Makanan Halal Melembutkan Hati

Makanan Halal Melembutkan Hati
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya seseorang. "Apa yang bisa melembutkan hati, Wahai Abu Abdillah?" Sejenak Imam Hambal merenung, lalu menjawab, "Makanan halal".

Dialog singkat di atas bermakna luas dan dalam. Intinya menyoal makanan halal yang dapat melembutkan hati. Hati yang lembut akan memudahkan penerimaannya atas kebenaran Ilahi. Sebaliknya, makanan haram akan mengeraskan hati. Hati yang keras akan sangat sulit menerima kebenaran Ilahi dan sebaliknya justru mudah menerima kemaksiatan dan kemunkaran.

Allah SWT sendiri menyajikan segala macam makanan di bumi ini untuk manusia. Dia menentukan pula jenisnya, yakni makanan yang halal dimakan dan makanan haram. Makanan haram adalah makanan yang secara dzati diharamkan, seperti daging babi, darah, binatang tercekik, binatang sembelihan tanpa disebutkan asma Allah. Termasuk makanan haram yaitu makanan yang diperoleh secara tidah sah menuruh Islam, yakni makanan yang diperoleh dengan cara mencuri, korupsi, menipu, dan sebagainya.

Umat Islam jelas diperintahkan oleh Allah SWT agar memakan makanan halal saja, yakni makanan selain yang diharamkan dan yang diperoleh secara sah menurut Islam.

"Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu sesungguhnya adalah musuh nyata bagimu" (Q.S. 2:168).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Berkaitan dengan makanan haram, tentu kita ingat sebuah kisah dalam hadits. Yaitu ketika seorang pengembara berjalan tertatih-tatih. Kelelahan tampak pada raut mukanya dan rambutnya yang tak teratur dan penuh debu. Menandakan ia telah menempuh perjalanan jauh. Merasa tanpa daya lagi, ia pun menengadahkan tangannya ke langit, berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: "Ya Rabbi, Ya Rabbi!" Namun, doanya tidak dikabulkan karena makanan yang ia makan, minuman yang ia teguk, dan pakaian yang ia kenakan haram.

Jadi, makanan haram bukan saja mengeraskan hati, tetapi juga membuat seseorang terhalang kemakbulan doanya kepada Allah SWT. Meski dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan akan mengabulkan setiap doa hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, makanan halal akan melembutkan hati sekaligus menjadikan doa kita makbul, dipenuhi oleh-Nya.

Maka dari itu, Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik atau bergizi). Dan yang harus mendapat perhatian serius, adalah "cara" mendapatkan barang halal tersebut. Karena, barang haram --seperti daging babi-- umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang "cara", banyak umat yang mungkin tidak mempedulikan halal-haramnya. Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.

Karena itulah, di akhirat nanti, ihwal menyangkut harta kekayaan akan dimintai pertanggungjawabannya dari berbagai arah: dari mana didapatkan, bagaimana mendapatkannya, dan digunakan untuk apa? Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan. Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut. Begitu seterusnya.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah!

Demikianlah, kehati-hatian kita dalam mendapatkan harta atau makanan, diperlukan mutlak. Agar darah-daging kita terhindar dari barang haram. Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat.

Kehati-hatian itu dalam istilah agama kita dinamakan wara'. Wara' adalah sikap berhati-hati terhadap suatu perkara yang syubhat, utamanya dalam hal mencari dan mempergunakan rezeki karena takut terjerumus ke dalam keharaman. Seorang Muslim yang memiliki sifat wara', akan menjauhkan diri dari masalah-masalah yang syubhat, apalagi yang sudah jelas-jelas keharamannya (pasti akan dijauhinya).

Sikap wara' menentukan "nasib" amal kebajikan kita. Akan berkurang nilainya, bahkan sia-sia, amal saleh kita jika tidak dibarengi sikap wara'. Nabi Saw menegaskan, "Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat di Baitul Maqdis yang terus-menerus menyeru setiap malam, 'Barangsiapa memakan yang haram, maka tidak akan diterima ibadah sunatnya dan fardhunya'." Barakallahu li walakum. (ASM. Romli).n

0 comments:

Post a Comment